Media7news.id – KENDARI | Sekelompok warga pemilik lahan di Desa Mapila, Kecamatan Kabaena Utara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), menggugat di Pengadilan Negeri Pasar Wajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya, lahan milik warga mapila diklaim oleh PT BMR. Akhirnya sekelompok warga mapila tidak terima lahannya dikuasai dan tempu jalur hukum.
Melalui PBS Law Firm Advokat dan Konsultan Hukum Zion Natongam Tambunan, SH.,MH bersama 5 orang tim kuasa hukum melayangkan gugatan atas perbuatan melawan hukum terhadap perusahaan PT Bukit Makmur Resource (BMR), oknum Kepala Desa Mapila, PT Adhe Bangun Propertindo dan juga oknum Notaris di Kendari.
Kuasa hukum Zion Natongam, SH.,MH mengatakan, kami melakukan upaya hukum di pengadilan atas lahan milik kliennya seluas 40 hektar yang di klaim oleh pihak perusahaan PT BMR.
“Padahal klien kami memiliki alas hak berupa surat keterangan tanah (SKT), pajak bumi dan bangunan (PBB) atas tanah seluas 40 hektar yang berada di Desa Mapila,” tutur Zion saat menggelar konferensi Pers di Kantornya (11/8/22).
Dan klien kami telah menduduki dan menguasai Lahan seluas 40 hektar sejak tahun 1990 silang dan ada bukti fisik seperti tanaman jambu, jati, dll. “Jadi hak pemilik lahan akan kami perjuangkan melalui jalur hukum,” terang Zion
Lanjutnya, sekelompok warga pemilik lahan kesal karena diduga kepala desa (kades) Mapila berinisial (S) membuat surat penguasaan fisik pada tahun 2021 dengan luas sekitar 91 hektar dan seolah tanah tersebut dijadikan tanah kas desa (TKD).
“Berdasarkan surat TKD seluas 91 hektar dan termasuk lahan milik warga mapila, maka dibuat akte sewa menyewah antara perusahaan PT BMR dengan pemerintah desa mapila melalui oknum notaris di kendari,” ungkap Zion
Atas dasar itu, tim Kuasa Hukum pemilik lahan warga Mapila melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Pasar Wajo guna menguji kebenaran dari surat penguasaan fisik yang diserahkan kepada PT BMR berupa Surat Tanah Kas Desa Mapila.
“Kami pertanyakan apa dasar hukum pembuatan surat penguasaan fisik dan surat tanah kas desa Mapila,” tanya Zion.
Menurut Zion, kami menduga ada mafia tanah sebab lahan warga dijadikan sebagai tanah kas desa tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari para pemilik lahan, sementara lahan tersebut memiliki SKT, PBB dan dikuasai secara turun temurun sejak tahun 1990.
Terkait kasus tanah ini, berbagai upaya mediasi dilakukan baik ke pemerintah kabupaten Bombana, ATR BPN Bombana namun menemui jalan buntu akhirnya membawa kasus ke meja hukum.
“Kasus tanah sudah dibawah ke ranah hukum, kami meminta kepada pihak PT BMR agar mengindahkan proses hukum sampai adanya kekuatan hukum tetap dan tidak melakukan kegiatan atau aktivitas apapun diatas tanah sengketa tersebut,” tegasnya. (***Asdin)